![]() |
MATALINENEWS.ID- Program Makanan Bergizi Gratis (MBG) yang dicanangkan sebagai salah satu program prioritas Pemerintahan Prabowo–Gibran telah menjadi pusat perhatian publik sejak awal diumumkan. Presiden Prabowo menegaskan bahwa program ini merupakan kebijakan pro-rakyat dengan visi jangka panjang menuju Indonesia Emas 2045, khususnya dalam upaya menurunkan angka stunting dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Pertanyaannya, sejauh mana efektivitas program ini dapat dipahami melalui pendekatan ekonomi, pembangunan, serta kesehatan masyarakat? Tulisan ini mencoba mengkaji MBG dari berbagai perspektif tersebut.
1. Perspektif Pertumbuhan Ekonomi
Data Bappenas menunjukkan bahwa pada tahun pertama implementasi (2025), program MBG diproyeksikan berkontribusi sebesar 0,86 persen terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Meskipun tampak kecil secara nominal, dampaknya cukup signifikan mengingat potensi sirkulasi dana yang dapat mencapai hingga Rp8 miliar per desa per tahun. Hal ini mengindikasikan bahwa MBG tidak hanya merupakan intervensi sosial, tetapi juga stimulus ekonomi yang memperkuat daya beli masyarakat dan mendorong aktivitas ekonomi lokal.
2. Pemerataan Pembangunan dan Penguatan UMKM
Studi pilot project yang dilakukan INDEF memperlihatkan bahwa UMKM yang terlibat dalam rantai produksi MBG mengalami peningkatan pendapatan bersih bulanan hingga 33,68 persen. Pencapaian ini bernilai strategis karena menunjukkan bahwa MBG mampu menciptakan ekosistem ekonomi inklusif yang melibatkan petani lokal, pelaku pasar tradisional, serta dapur komunitas sebagai bagian dari rantai pasok pangan.
Model distribusi ini juga berhasil mengurangi ketergantungan pada sistem logistik terpusat dan memperkuat ketahanan pangan daerah. Dengan demikian, MBG berfungsi sebagai instrumen pemerataan pembangunan yang berkelanjutan.
3. Dimensi Kesehatan Anak dan Remaja
a. Peningkatan status gizi anak dan remaja.
Badan Gizi Nasional mencatat adanya peningkatan Indeks Massa Tubuh (IMT) pada anak-anak dan remaja penerima program. Ini menunjukkan bahwa MBG efektif dalam mengurangi risiko malnutrisi dan kekurangan gizi kronis.
b. Dampak positif pada konsentrasi dan prestasi belajar.
Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa siswa yang rutin menerima makanan bergizi memiliki kemampuan konsentrasi yang lebih baik dan tingkat kehadiran yang lebih tinggi. Asupan gizi, terutama zat besi, terbukti berpengaruh langsung terhadap perkembangan kognitif dan kemampuan berpikir kritis.
c. Pencegahan anemia dan peningkatan imunitas.
Program ini juga berperan dalam menurunkan risiko anemia pada remaja serta meningkatkan daya tahan tubuh anak terhadap penyakit infeksi seperti TBC. Hal ini menjadi investasi penting dalam pembangunan kesehatan jangka panjang.
MBG dalam Perspektif Teori Soemitronomics
MBG sejalan dengan fondasi teori ekonomi Soemitro Djojohadikusumo atau Soemitronomics, yang berlandaskan tiga pilar utama: pertumbuhan ekonomi yang tinggi, pemerataan manfaat pembangunan, dan stabilitas nasional yang dinamis.
Pertumbuhan ekonomi dari akar masyarakat.
Soemitro menekankan bahwa pertumbuhan sejati harus ditopang oleh kekuatan ekonomi domestik, seperti UMKM, petani lokal, pasar tradisional, dan konsumsi rumah tangga—yang menyumbang 90 persen PDB. Program MBG menyasar basis ekonomi tersebut.
Pemerataan manfaat pembangunan.
Berbeda dengan teori trickle-down effect, Soemitro menekankan distribusi manfaat secara langsung kepada rakyat kecil melalui program yang memberdayakan mereka. MBG secara nyata telah menggerakkan sektor-sektor kecil dan menengah di daerah.
Stabilitas nasional yang dinamis.
Konsep stabilitas ini menekankan fleksibilitas ekonomi dalam menghadapi gejolak eksternal. MBG, sebagai program berbasis konsumsi domestik, berpotensi memperkuat ketahanan ekonomi nasional.
Dengan demikian, MBG dapat dipandang bukan sekadar salah satu program bantuan sosial, tetapi wujud implementasi praktis dari pilar-pilar Soemitronomics.
Spektrum Pendapat Publik
Kelompok pendukung MBG menilai bahwa program ini merupakan investasi jangka panjang pada modal manusia (human capital investment). Fulvian, misalnya, menegaskan bahwa melihat MBG hanya sebagai beban anggaran sama dengan mengabaikan manfaat produktivitas jangka panjang yang dihasilkan oleh peningkatan kualitas SDM.
Sebaliknya, pihak yang meragukan MBG menyoroti kondisi ekonomi yang melambat—pertumbuhan hanya 4,87 persen pada kuartal I 2025. Mereka menilai bahwa peluncuran program dengan beban fiskal besar berpotensi menimbulkan risiko anggaran. Ekonom senior almarhum Faisal Basri juga pernah menyampaikan bahwa pemerintah seyogianya lebih memprioritaskan sektor-sektor yang produktif dan menciptakan lapangan kerja.
Agenda Penyempurnaan Program MBG
Agar MBG dapat berjalan lebih efektif, efisien, dan berkelanjutan, diperlukan langkah-langkah perbaikan berikut:
Transparansi dan akuntabilitas total.
Publikasi terbuka mengenai alokasi anggaran per sekolah, menu harian, sumber pangan, hingga hasil audit berkala. Pemanfaatan teknologi blockchain untuk melacak aliran dana dapat meningkatkan akuntabilitas publik.
Standarisasi gizi dengan adaptasi lokal.
Pemerintah perlu menetapkan standar gizi minimal sambil memberikan fleksibilitas kepada daerah menyesuaikan menu dengan budaya lokal. Temuan CISDI bahwa baru 17 persen menu yang memenuhi standar gizi harus menjadi perhatian serius.
Pemberdayaan petani dan UMKM lokal.
Minimal 40 persen bahan pangan sebaiknya berasal dari petani dan UMKM lokal, disertai pelatihan teknis, akses pembiayaan, serta sistem lelang digital terbuka untuk mencegah praktik kolusi.
Desentralisasi dengan standar mutu nasional.
Daerah diberi keleluasaan melaksanakan program sesuai konteks lokal, tetapi tetap mengacu pada standar nasional yang terukur. Model digital school meals planner di Ghana dapat menjadi rujukan.
Evaluasi independen dan respons adaptif.
Evaluasi dampak harus dilakukan setiap enam bulan oleh lembaga independen. Koreksi kebijakan perlu dilakukan secara cepat apabila ditemukan ketidakefektifan program atau kebocoran anggaran.
Diversifikasi sumber pendanaan.
Pelibatan sektor swasta melalui skema CSR, kemitraan filantropi, dan dukungan lembaga multilateral penting dilakukan agar program tidak bergantung sepenuhnya pada APBN.
Integrasi dengan program pembangunan lain.
MBG harus terintegrasi dengan program ketahanan pangan, pendidikan vokasi pertanian, serta pembangunan infrastruktur desa agar efektivitasnya meningkat dan tidak berjalan secara terpisah.
Secara keseluruhan, MBG merupakan program dengan potensi besar dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia sekaligus memperkuat ekonomi lokal. Namun, keberhasilan program ini sangat bergantung pada desain kebijakan yang transparan, adaptif, dan inklusif. Dengan penyempurnaan yang tepat, MBG dapat menjadi salah satu fondasi strategis menuju Indonesia yang lebih sehat, produktif, dan berdaya saing pada 2045.
Penulis : Erlinda Apriana, Mahasiswa Program Magister Pendidikan IPS, Universitas Nusa Cendana Kupang




