![]() |
Penulis: Jusup Koe Hoea, Ketua Forum Guru NTT |
Kupang,NTT- Pada 1 Oktober 2025, Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) akan memasuki masa pensiun. Pergantian pejabat tinggi pratama ini adalah momentum penting yang tidak boleh dilewatkan sekadar sebagai rutinitas birokrasi. Posisi Sekda bukan hanya jabatan administratif, tetapi jantung yang menggerakkan mesin pemerintahan daerah.
Di tengah kondisi NTT sebagai provinsi kepulauan yang masih menghadapi kemiskinan struktural, infrastruktur minim, serta reputasi sebagai salah satu provinsi dengan tingkat korupsi tinggi, penentuan figur Sekda menjadi penentu arah perubahan. NTT membutuhkan pemimpin birokrasi yang berani, bersih, tegas, serta memiliki visi kemanusiaan.
Sekda Bukan Sekadar Putra Daerah
Forum Guru NTT berpandangan bahwa Sekda NTT tidak harus berasal dari putra daerah. Yang dibutuhkan adalah seorang warga negara Indonesia yang benar-benar mencintai NTT, memiliki integritas, serta komitmen untuk melayani masyarakat.
Kami tidak mempermasalahkan asal suku maupun agama. Yang utama, jabatan Sekda harus digunakan sebagai sarana pelayanan publik, bukan untuk memperkaya diri atau kelompok. Jika jabatan itu dijalankan dengan asas keadilan sosial dan kemanusiaan, maka pejabat tersebut sesungguhnya adalah utusan Tuhan bagi masyarakat NTT.
Mengapa Jenderal Kopassus?
Kami mengusulkan agar jabatan Sekda NTT dipercayakan kepada seorang Jenderal Kopassus. Alasan ini bukan tanpa dasar. Ada beberapa pertimbangan:
1. Disiplin dan Integritas Tinggi
Latar belakang Kopassus membentuk pribadi dengan disiplin, keberanian, serta loyalitas tinggi pada bangsa dan negara. Hal ini sangat dibutuhkan dalam menata birokrasi yang selama ini rentan terhadap praktik korupsi dan penyalahgunaan kewenangan.
2. Ketegasan dalam Memberantas Korupsi
NTT masih menyandang predikat sebagai salah satu provinsi terkorup. Dibutuhkan figur yang tidak kompromi terhadap praktik-praktik koruptif. Seorang Jenderal Kopassus diyakini mampu membawa ketegasan itu.
3. Kemampuan Mengelola Daerah Kepulauan
NTT adalah provinsi kepulauan yang membutuhkan koordinasi lintas sektor dengan kecepatan, ketegasan, dan keandalan logistik. Karakter kepemimpinan militer, khususnya dari korps elite Kopassus, sesuai untuk menghadapi kompleksitas ini.
4. Memutus Pola Feodalisme Birokrasi
Selama ini birokrasi NTT sering tersandera kepentingan politik lokal dan budaya patronase. Kehadiran figur dari luar lingkaran tersebut—yang bebas dari beban politik lokal—akan membawa angin segar perubahan.
Intervensi Serius dari Presiden dan Mendagri
Usulan ini tentu membutuhkan perhatian serius dari Presiden Prabowo Subianto dan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian. Tanpa campur tangan pemerintah pusat, NTT akan terus terjebak dalam lingkaran setan kemiskinan dan korupsi.
Kami percaya Presiden Prabowo memiliki visi kuat untuk memperkuat daerah-daerah perbatasan dan kepulauan. Menempatkan figur Jenderal Kopassus sebagai Sekda NTT akan menjadi langkah nyata menegaskan komitmen tersebut.
Harapan untuk NTT
Forum Guru NTT berharap agar figur Sekda yang akan datang dapat menggerakkan roda birokrasi dengan prinsip:
Kebenaran dan keadilan sosial sebagai landasan.
Transparansi dan akuntabilitas dalam tata kelola keuangan daerah.
Disiplin dan efisiensi dalam pelayanan publik.
Humanitas: menjadikan jabatan bukan sebagai alat kekuasaan, tetapi sarana pelayanan rakyat.
Kami yakin, dengan Sekda yang tepat, NTT bisa keluar dari stigma sebagai provinsi termiskin dan terkorup. Saatnya NTT bangkit melalui birokrasi yang bersih, tegas, dan berintegritas.
Momentum pensiun Sekda pada 1 Oktober 2025 adalah kesempatan emas. Jangan biarkan posisi vital ini kembali jatuh pada kompromi politik dan kepentingan sempit. NTT membutuhkan figur luar biasa.
Dan bagi kami, tidak ada pilihan yang lebih tepat selain menghadirkan seorang Jenderal Kopassus di kursi Sekretaris Daerah Provinsi NTT.
Sebagai penutup, jika memang memungkinkan melalui sekda nantinya seluruh pejabat pemerintah eselon II DAN III provinsi NTT di kirim ke barak militer sebagai bentuk pembekalan kepemimpinan.
Penulis: Jusup Koe Hoea, Ketua Forum Guru NTT