Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Indeks Berita

OPINI: Korupsi Dana Desa Itu Merampas Masa Depan Rakyat

Senin, 15 September 2025 | September 15, 2025 WIB Last Updated 2025-09-15T03:53:37Z

fathur_dopong_dana_desa
Foto Penulis: Fathur Dopong (pendidik, penggiat medsos, aktivis)

Kupang,NTT 
- Dana Desa adalah amanah negara untuk membangun desa, mengurangi kemiskinan, serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sejak lahirnya UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, pemerintah pusat menyalurkan anggaran besar langsung ke desa dengan harapan pembangunan bisa lebih merata. Namun, realitas di lapangan tidak selalu sesuai harapan. Masih banyak kasus kepala desa yang menyalahgunakan Dana Desa demi kepentingan pribadi.


Penyalahgunaan itu bermacam-macam bentuknya. Ada yang melakukan mark-up anggaran proyek, membuat kegiatan fiktif, hingga menggunakan dana untuk kepentingan politik atau pribadi. Bahkan ada laporan kepala desa yang membeli aset pribadi dari Dana Desa.


Penulis mencoba untuk menguraikan beberapa masalah yang dibiarkan bertahun-tahun,  pembangunan yang bersifat asal-asalan sehingga meninggalkan kualitas bangunan yang sangat memprihatinkan, kualitas kerja yang tidak sesuai dengan Rencana Anggaran Biaya (RAB) menyebabkan banyak sekali material yang tidak dihabiskan namun diperjualbelikan oleh kelompok tertentu.


Perilaku semacam ini terus berjalan dari tahun ke tahun, dengan mempermuluskan segala macam laporan fiktif untuk menghindari adanya dugaan korupsi desa namun secara kasat mata kita melihat tidak ada perubahan secara signifikan desa menunjukan adanya penyelewengan dana desa.


Pendamping desa adalah tenaga yang ditempatkan oleh pemerintah untuk membantu desa dalam merencanakan, melaksanakan, dan mengawasi pembangunan serta pemberdayaan masyarakat desa. Diatur dalam Permendes PDTT Nomor 3 Tahun 2015 tentang Pendampingan Desa, namun kehadirannya seakan-akan tidak berdaya.



Praktik seperti ini jelas merugikan negara dan menghancurkan kepercayaan masyarakat.


Padahal, dalam UU Desa ditegaskan bahwa pengelolaan Dana Desa harus dilakukan secara transparan, akuntabel, partisipatif, dan berkeadilan. Kepala desa wajib melibatkan masyarakat dalam musyawarah desa, serta menyampaikan laporan keuangan secara terbuka. Ketika prinsip itu diabaikan, berarti ada penyalahgunaan kewenangan.


Hak Warga untuk Mengawasi


Di sinilah peran masyarakat menjadi sangat penting. Warga desa tidak boleh diam. Konstitusi menjamin hak setiap warga untuk menyampaikan pendapat. UUD 1945 Pasal 28E ayat (3) menegaskan: “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.” Bahkan, UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik memberi hak kepada masyarakat untuk tahu bagaimana Dana Desa digunakan.


Ketua KPK, Firli Bahuri, pernah menegaskan: “Korupsi Dana Desa adalah kejahatan yang merampas hak masyarakat desa. Karena itu, masyarakat harus ikut serta mengawasi dan tidak takut melapor.” Pernyataan ini sejalan dengan semangat UU Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang membuka ruang bagi warga untuk melaporkan dugaan korupsi.


Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian, juga berulang kali mengingatkan agar kepala desa transparan dalam mengelola keuangan. “Dana Desa jumlahnya sangat besar. Jika dikelola dengan benar, desa akan maju. Tapi kalau disalahgunakan, rakyat sendiri yang rugi,” ujarnya.


Kesalahan yang Wajib Dilaporkan


Ada beberapa tindakan kepala desa yang jelas-jelas harus dilaporkan, di antaranya:


• Tidak transparan dalam penggunaan APBDes.


• Menggelapkan dana untuk kepentingan pribadi atau kelompok.


• Membuat laporan fiktif terkait pembangunan desa.


• Tidak melibatkan masyarakat dalam perencanaan dan pengawasan.


• Menyalahgunakan kewenangan untuk kepentingan politik.


Jika praktik seperti ini dibiarkan, maka Dana Desa yang seharusnya menjadi motor pembangunan justru berubah menjadi sumber korupsi di tingkat akar rumput. Korbannya bukan hanya negara, tetapi juga masyarakat desa itu sendiri yang kehilangan kesempatan menikmati pembangunan.


Masyarakat memiliki banyak saluran untuk melapor, mulai dari inspektorat kabupaten/kota, aparat penegak hukum (kejaksaan, kepolisian), hingga KPK jika kasusnya besar. Suara rakyat desa adalah benteng pertama melawan korupsi.


Sudah saatnya kita menegaskan: Dana Desa bukan milik kepala desa, tetapi milik rakyat desa. Karena itu, rakyat wajib bicara, wajib mengawasi, dan wajib melapor jika ada penyalahgunaan. Pendamping Desa tunjukan loyalitas dan integritasmu, tegakkan aturan dan konsisten pada tugas pokok saudara, jika kita semua diam berarti membiarkan korupsi merampas masa depan desa.


Penulis: Fathur Dopong (Pendidik, Penggiat Matedia Sosial)