Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Indeks Berita

Peran Guru Diibaratkan Petani, Sekolah Disebut Kebun Peradaban Masa Depan

Senin, 24 November 2025 | November 24, 2025 WIB Last Updated 2025-11-24T09:04:07Z

peran-guru-petani-kebun-peradaban
Foto  : Syukur Matur, S.Pd.,Gr Guru SMP Negeri 4 Nubatukan
Lembata — Analogi pendidikan kembali menjadi sorotan setelah Guru SMP Negeri 4 Nubatukan, Syukur Matur, S.Pd.Gr, menyampaikan pandangannya mengenai peran guru, siswa, dan sekolah dalam proses pembentukan generasi masa depan. Melalui refleksinya, ia mengibaratkan sekolah sebagai kebun, guru sebagai petani, dan siswa sebagai benih-benih yang ditanam serta dirawat untuk tumbuh menjadi pribadi yang berguna bagi bangsa.

Pandangan ini merujuk pada gagasan Sir Ken Robinson yang pernah menyerukan perlunya perubahan dari model pendidikan industri menuju pendidikan berbasis paradigma pertanian. Robinson menekankan bahwa guru seharusnya berperan seperti seorang tukang kebun yang menciptakan lingkungan subur bagi setiap anak untuk tumbuh.

Analogi tersebut sejalan dengan pemikiran Ki Hajar Dewantara yang menyebut pendidikan sebagai “tempat persemaian benih-benih kebudayaan”. Menurut Syukur Matur, kedua pandangan itu menegaskan bahwa guru memiliki tanggung jawab moral dan profesional untuk menjaga, merawat, dan mengembangkan “kebun” tempat mereka bekerja.

“Masih banyak guru yang belum memiliki kepedulian penuh terhadap kebunnya—datang sesuka hati, rendah disiplin, dan kurang memiliki rasa kepemilikan terhadap sekolah,” ujarnya, Senin (24/11).

Ia menjelaskan bahwa sekolah adalah ruang strategis yang menentukan arah masa depan bangsa. Di dalamnya, guru tidak sekadar mentransfer pengetahuan, tetapi menjadi pembimbing kehidupan yang memastikan setiap “benih” siswa tumbuh sesuai kodrat dan potensinya.

Matur menyoroti tema Hari Guru Nasional ke-80 tahun ini, “Guru Hebat, Indonesia Kuat”, yang menurutnya mengandung pesan penting bahwa kualitas bangsa bertumpu pada kualitas pendidiknya. “Ini bukan slogan. Ini visi. Ketika kita memperkuat guru, sesungguhnya kita sedang membangun masa depan Indonesia,” katanya.

Dalam analoginya, seorang guru digambarkan seperti petani yang tidak memaksa semua tanaman tumbuh dengan cara yang sama. Setiap siswa memiliki karakter unik, seperti benih padi, jagung, mangga, atau bunga matahari yang membutuhkan perawatan berbeda. Guru harus mampu menyediakan “tanah subur”, yaitu suasana belajar yang aman, inklusif, dan memotivasi; “air” perhatian yang adil; dan “pupuk” berupa ilmu serta nilai-nilai kehidupan.

“Seorang petani tidak hanya menanam, tetapi merawat, memberi pupuk, dan melindungi tanamannya dari hama. Begitu juga guru. Tugasnya bukan menyeragamkan, tetapi memfasilitasi pertumbuhan,” tambahnya.

Ia menegaskan bahwa hasil kerja seorang guru tidak langsung terlihat, tetapi akan tampak puluhan tahun ke depan ketika siswa tumbuh menjadi pemimpin, ilmuwan, atau warga negara yang berkarakter. Karena itu, rasa kepemilikan dan tanggung jawab terhadap sekolah menjadi aspek yang harus diperkuat.

“Ketika guru memandang sekolah sebagai kebunnya sendiri, ia akan merawatnya dengan sepenuh hati, bukan sekadar menjalankan tugas. Dari kebun yang subur itulah lahir peradaban,” tegasnya.

Matur berharap paradigma sekolah sebagai kebun dapat menginspirasi para pendidik untuk meningkatkan komitmen dan kualitas layanan pendidikan. “Kita perlu menghormati para pekebun ini—guru-guru kita—karena dari tangan merekalah masa depan bangsa bertumbuh.” (red)