Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Indeks Berita

WALHI: Petani dan Nelayan Terancam Krisis Ekologi

Minggu, 14 September 2025 | September 14, 2025 WIB Last Updated 2025-09-14T06:08:27Z

diskusi_publik_walhi_sumba_barat_daya_ntt
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) menggelar diskusi publik bertajuk “Perlindungan Petani dan Nelayan di Tengah Krisis Ekologi” di Aula Universitas Stella Maris (UNMARIS) Sumba, Rabu (10/9)

Sumba Barat Daya, NTT
– Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) menggelar diskusi publik bertajuk “Perlindungan Petani dan Nelayan di Tengah Krisis Ekologi” di Aula Universitas Stella Maris (UNMARIS) Sumba, Rabu (10/9). Acara ini menjadi bagian dari rangkaian menuju Pertemuan Nasional Lingkungan Hidup (PNLH) XIV yang akan digelar pada 18–24 September 2025 di Pulau Sumba.


Rektor UNMARIS, Drs. Alexander Adis, MM, menekankan pentingnya menjaga hutan dan laut sebagai warisan generasi. “Kita sudah berada di titik keterlambatan, karena itu generasi sekarang harus melestarikan hutan dan biota laut,” ujarnya.


Direktur WALHI NTT, Umbu Wulang Tanaamah Paranggi, mengingatkan bahwa kekayaan alam Sumba adalah warisan leluhur yang harus dijaga bersama. “Banyak yang telah hilang dari Sumba, mulai dari cendana hingga kuda Sandelwood. Jika itu lenyap, artinya kita telah gagal menjaga warisan leluhur,” tegasnya.


Wakil Bupati Sumba Barat Daya, Dominikus Alphawan Rangga Kaka, yang membuka acara secara resmi, menyebut PNLH XIV sebagai forum strategis bagi pegiat lingkungan, masyarakat adat, dan akademisi. “Pemerintah tidak bisa bekerja sendiri, dibutuhkan kolaborasi erat dengan masyarakat sipil,” katanya.


Narasumber Tekankan Solusi Nyata


Diskusi ini menghadirkan empat narasumber dengan beragam perspektif:


Dr. Keba Moto Tanabani menyoroti pentingnya inovasi lokal seperti pupuk biologis untuk mendukung pertanian berkelanjutan.


Yonathan B. Agu Ate memaparkan krisis ekologis yang dihadapi petani, mulai dari kekeringan, banjir, longsor, hingga punahnya keanekaragaman hayati.


Martha Rambu Bangi dari Yayasan Bahtera mengajak masyarakat melakukan aksi nyata seperti penghijauan, pertanian organik, dan pengelolaan sampah.


Enos Eka Dede, S.Sos., Kepala Dinas Lingkungan Hidup Sumba Barat Daya, menyoroti tiga masalah utama lingkungan: sampah, penebangan pohon, dan penambangan pasir, sembari mendorong keterlibatan masyarakat dan swasta dalam solusi.


Berbagai isu mengemuka dalam sesi tanya jawab, termasuk persoalan kelaparan, dampak penambangan pasir, hingga budaya belis. Para peserta sepakat bahwa peningkatan ekonomi harus berjalan seiring dengan pelestarian lingkungan.


Diskusi publik ini menjadi momentum memperkuat solidaritas dan komitmen bersama melindungi ruang hidup petani, nelayan, dan masyarakat adat di tengah krisis ekologis yang kian nyata (**)