Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Indeks Berita

Pemerintah Dinilai Abai, IMM: “Rakyat Sengsara, Elit Justru Berfoya-Foya”

Sabtu, 06 September 2025 | September 06, 2025 WIB Last Updated 2025-09-06T12:55:52Z

dpd_imm_ntt
Foto: Ketua Umum IMM NTT, Cakti Flobamorrinci

Kota Kupang
 — Kenaikan tunjangan transportasi dan perumahan bagi pimpinan serta anggota DPRD Nusa Tenggara Timur (NTT) yang diatur melalui Pergub Nomor 22 Tahun 2025 kembali menuai sorotan tajam. Kebijakan yang menyedot anggaran sekitar Rp41,4 miliar per tahun itu dipandang tidak sejalan dengan kondisi sosial-ekonomi masyarakat NTT yang masih berjuang dalam lingkaran kemiskinan.


Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) NTT menilai keputusan tersebut sebagai bukti ketidakpekaan wakil rakyat terhadap realitas di daerah yang mereka wakili. Ketua Umum IMM NTT, Cakti Flobamorrinci Via WhatsApp Sabtu (
6/9) menegaskan bahwa DPRD seolah hidup di menara gading, jauh dari penderitaan rakyat kecil.

“Saat petani kesulitan pupuk, nelayan terbatas bahan bakar, dan mahasiswa terbentur biaya kuliah, DPRD justru asik mempertebal tunjangan. Ini jelas menyakiti rasa keadilan publik,” ungkap Cakti.

Ia mengkritisi lonjakan tunjangan perumahan dari Rp12,5 juta menjadi Rp23,6 juta per bulan, ditambah fasilitas transportasi yang nilainya fantastis. Cakti menilai, kebijakan itu hanya akan memperlebar jurang antara wakil rakyat dengan masyarakat yang diwakilinya.

“Rumah-rumah rakyat yang reyot seolah tak terlihat, suara rakyat miskin seolah tak terdengar. Padahal merekalah yang menjadi alasan DPRD duduk di kursi terhormat itu,” ujarnya.

Lebih lanjut, dirinya mendesak DPRD agar melakukan evaluasi menyeluruh secara transparan. Bagi IMM, evaluasi tidak boleh sekadar formalitas belaka untuk meredam kritik, melainkan harus melibatkan masyarakat sipil, akademisi, dan mahasiswa.

Menurutnya anggaran publik semestinya diprioritaskan untuk program nyata yang menyentuh rakyat, bukan memperbesar kenyamanan elit politik.

“Kami tidak menolak pejabat hidup layak, tetapi kami menolak kemewahan yang lahir dari penderitaan rakyat. Bila DPRD terus menutup telinga, jangan salahkan bila suara jalanan lebih lantang dari suara sidang,” pungkas Cakti. (Red)