Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Indeks Berita

Janji Tak Terpenuhi, Tanah Adat Naunu Dikuasai Negara

Minggu, 14 September 2025 | September 14, 2025 WIB Last Updated 2025-09-14T05:42:00Z

masyarakat_naunu_kabupaten_kupang
Puluhan warga Desa Naunu, Kabupaten Kupang, mendatangi Kantor Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Nakertrans) serta Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Senin (14/9)

Kupang,NTT
 – Puluhan warga Desa Naunu, Kabupaten Kupang, mendatangi Kantor Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Nakertrans) serta Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Senin (14/9). Kedatangan mereka untuk mendesak pencabutan Hak Pengelolaan Lahan (HPL) Desa Naunu seluas 1.658,80 hektare yang berlaku sejak 1996.


Perwakilan warga, Yohanis Beba, menegaskan bahwa selama hampir tiga dekade masyarakat hidup dalam penantian karena program transmigrasi pola ternak yang dijanjikan pemerintah tidak pernah terealisasi. “Kami merasa dibohongi. Tanah diambil, tapi program tidak jalan,” ujarnya.


Hal senada disampaikan Fernando Bire yang menyebut masyarakat semakin terdesak karena permukiman mereka berada di atas lahan HPL sehingga tidak bebas lagi mengelola tanahnya.


Ketua Umum Ikatan Kaum Intelektual Fatuleu (IKIF), Asten Bait, menilai HPL Desa Naunu sebagai bentuk ketidakadilan negara terhadap rakyat kecil. Ia meminta Nakertrans segera menindaklanjuti pertemuan ini dan mencabut HPL yang merugikan warga. “IKIF akan terus bersama masyarakat hingga persoalan ini tuntas,” tegasnya.


Dalam dialog dengan Nakertrans, disepakati bahwa jawaban resmi atas tuntutan masyarakat akan disampaikan pada Rabu, 17 September 2025. Tiga tuntutan utama yang diajukan, yaitu:


  1. Pencabutan HPL Desa Naunu.

  2. Penerbitan sertifikat tanah untuk masyarakat dan alokasi 150 hektare bagi TNI.

  3. Larangan penerbitan sertifikat kepada pihak lain tanpa persetujuan warga.


HPL Desa Naunu bermula dari perjanjian tahun 1996 antara Nakertrans NTT dan Pemkab Kupang, di mana masyarakat dijanjikan rumah dan ternak sapi melalui program transmigrasi lokal. Namun hingga kini janji tersebut tidak pernah terealisasi, sementara lahan adat tetap dikuasai pemerintah melalui HPL. (**)