Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Indeks Berita

Dua Puisi Berbahasa Kedang Tercatat dalam Antologi Puisi Dwibahasa Nasional

Sabtu, 15 November 2025 | November 15, 2025 WIB Last Updated 2025-11-15T10:51:20Z

Foto: Buku Bahasa Ibu, Bahasa Darahku

LEMBATA- Antologi dwibahasa Bahasa Ibu, Bahasa Darahku kini telah beredar luas di seluruh Nusantara. Buku ini merupakan seri ke-5 dan memuat berbagai puisi dalam bahasa-bahasa daerah di Indonesia, termasuk bahasa Kedang dari Kabupaten Lembata, NTT.


Buku setebal 522 halaman ini diterbitkan oleh Penerbit Taresia (Gerbang Literasi Nusantara) bekerja sama dengan Komunitas Taman Inspirasi Sastra Indonesia (TISI) Jakarta. Proyek besar ini digagas oleh inisiator M. Oktavianus Masheka, bersama penulis Andi Mahrus dkk. Sejumlah kurator sastra nasional turut terlibat, di antaranya Saut Poltak Tambunan, Wardjito Soeharso, Rudi Fofid, Yoseph Yapi Taum, Evan YS, Salman Yoga S, dan Udo Z. Karzi. Proses penyuntingan dilakukan oleh dua editor, Dyah N. Kusuma dan Erndra Achaer.


Buku bercover merah ini memuat lebih dari 100 biografi penulis, menjadikannya antologi yang sangat representatif. Beragam bahasa daerah turut dihadirkan, antara lain: Sunda, Bali, Melayu Kepulauan Riau, Melayu Riau, Batak, Minang/Padang, Lampung, Jambi, Bengkulu, Sumsel, Banjar, Dayak, Melayu Kutai, Melayu Kotawaringin, bahasa daerah NTT–NTB, Mamuju, Mandar, Bugis, Kaili, Muna, Melayu Manado, serta bahasa-bahasa daerah di Maluku.


Bahasa Kedang dari Lembata, NTT, juga hadir dalam antologi ini melalui karya penulis Sudarjo Abd. Hamid. Dua puisinya dimuat pada halaman 370–373, masing-masing berjudul “Bua' Bahi Tahi' Aya'” dan “Pua' Eha' Nimon Tokong.” Lewat kedua puisinya, Sudarjo menggambarkan perasaan perih ketika berada jauh di tanah rantau serta kisah hidup seseorang yang menempuh kehidupan seorang diri.


Buku ini dikirim melalui layanan JNE dan telah diterima penulis beberapa hari lalu dalam kondisi baik.


Dalam pengantarnya, M. Oktavianus Masheka menegaskan pentingnya pelestarian bahasa daerah.


“Keinginan dasar kami adalah merawat Bahasa Ibu, Bahasa Darahku agar tetap hadir setiap saat. Sampai hari ini, belasan bahasa di wilayah Indonesia Timur telah punah. Haruskah bahasa daerah lainnya ikut punah? Tidak,” ungkapnya.


Ia menambahkan bahwa Taman Inspirasi Sastra Indonesia (TISI) bersama seluruh tim akan terus berada di garis terdepan untuk menjaga eksistensi bahasa daerah dan memperkuat literasi budaya di Indonesia.